AGAR TIDAK MENYESAL SETELAH RAMADHAN (Bagian-2)

In syaa Allah kita lanjutkan pembahasan tentang apa dan siapa saja orang yang merugi di bulan Ramadhan, seperti yang telah diuraikan di bagian-1 sebelumnya.


Ketiga: Orang yang Tidak Menghayati Ibadah yang dijalaninya

Orang yang berpuasa hanya menahan lapar dan dahaga. Padahal semestinya ada tiga esensi puasa, yaitu: 

  1. mampu mengendalikan jiwa,

  2. mengisi waktu dengan mengingat Allah Ta’ala

  3. mengasah kepekaan dan kepedulian sosial


Karena itulah Rasulullah Saw bersabda:


‎رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ


“Betapa banyak orang yang hanya dapati dari puasa rasa lapar dan dahaga saja. Dan betapa banyak orang yang shalat malam hanya mendapatkan rasa capek saja.” (HR. Ahmad, 2:373 dan Ibnu Majah, no. 1690 dari Sahabat Abu Hurairah ra)


Keempat: Serius dan Bersungguh-Sungguh

Derajat takwa yang menjadi tujuan berpuasa tidaklah diraih begitu saja tanpa usaha dan kesungguhan. Bukan jaminan juga semua yang melalui bulan Ramadhan layak meraih predikat itu. Karenanya, Allah menggunakan ‘la’alla’ (لعلكم) yang bermakna seseorang bisa mencapai kemuliaan takwa dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.


Rasulullah Saw telah memberi teladan kepada kita. Diriwayatkan bahwa:


‎كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ. 


“Rasulullah Saw sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim no. 1175)


Sufyan Ats Tsauri mengatakan: “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan Ats-Tsauri pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331)


Kelima: Selalu Berharap Amalnya diterima oleh Allah Azza Wa Jalla

Orang yang tidak akan menyesal setelah Ramadhan adalah mereka yang tidak tertipu dengan amal mereka sendiri; namun mereka berharap dan berdoa semoga Allah Ta’ala menerimanya.

Ibnu Diinar mengatakan, “Tidak diterimanya amalan lebih aku khawatirkan daripada banyak beramal.” Adapun Abdul Aziz bin Abi Rowwad berkata, “Saya menemukan para salaf begitu semangat untuk melakukan amalan sholih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka diterima ataukah tidak.”


Wallahu A’lam

*) Tentang Penulis

Ustadz Dr. Agus Setiawan, Lc., MA 

IMG-20210418-WA0020.jpg