Sis DIAN NURYANI

 Beliau dikenal dengan sapaan bu Yani, lahir 1 Juni 1962 di Bandung sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Semasa sekolah, beliau sering mengikuti kuliah Subuh di akhir pekan. Kegiatan yang awalnya diwajibkan oleh guru pelajaran Agama ini, qadarullah, menjadikan beliau rajin menghadiri kuliah Subuh di berbagai masjid. Kecintaannya pada masjid dan dakwah tumbuh dari aktivitas ini.

Selulus ITB jurusan Kimia, beliau bekerja sebagai Quality Engineer di IPTN, perusahaan industri pesawat terbang di Bandung pimpinan (alm) bapak B.J. Habibie. Di kota ini pula beliau menikah dengan pak Erman S, dan dikaruniai putra pertama (Naufal) di tahun 1991.  Tahun 1993 beliau sekeluarga hijrah ke Australia, setelah mendapat visa PR sebagai skilled migrant. Beliau sempat ikut pelatihan melamar pekerjaan sesuai bidang keilmuan, dan mendapat kesempatan magang di ANSTO di Sutherland. Tujuan hijrah yang awalnya untuk memperbaiki kehidupan, ternyata Allah memberi hidayah-Nya di sini. Sejak tahun 1994 beliau mulai ikut tarbiyah, bergabung di halaqah, dan berusaha istiqamah di jalan dakwah. 

Tak lama setelah putra kedua (Ihsan) lahir di tahun 1996, beliau mendapati ginjalnya mulai bermasalah, dan harus menjalani cuci darah sepulang haji di tahun 1998, bersamaan dengan milad beliau di bulan Juni. Setelah mendapat training selama 6 minggu, beliau menjalani cuci darah di rumah, dengan peralatan dan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah Australia. Sepanjang tahun 1998 itu banyak ujian kesabaran dari Allah SWT. Beberapa operasi dan rawat inap di hospital sebanyak 7 kali di saat anak-anak masih kecil, semuanya beliau jalani sekeluarga dengan ikhlas dan sabar. Qadarullah, sahabat-sahabat yang tergabung di halaqah banyak membantu.  

Halaqah di mana bu Yani bergabung, yang dimulai beberapa orang, terus berkembang. Sejak tahun 1996 bu Yani mendapat amanah mengelola halaqah, hingga melahirkan murabbi-murabbi baru. Mereka kemudian mendirikan TPA Salsabeela, sebagai alternatif dari TPA Al-Hijrah dan TPA KPII yang lebih dulu berdiri. Selain pernah mengajar di ketiga TPA tersebut, bu Yani pernah pula menjadi kepala sekolah TPA Salsabeela, yang saat itu bertempat di rumah ibu Ni’mah.

Empat tahun bu Yani menjalani rutinitas cuci darah. Selama itu pula aktivitas dakwah bu Yani di halaqah dan di TPA terus dijalani. Tahun 2002, adik beliau mendonorkan satu ginjalnya, sehingga beliau tak perlu cuci darah lagi. Alhamdulilah, sampai sekarang ginjal baru terus masih terus bekerja, meski beliau harus check-up rutin.

Saat ini bu Yani tinggal di Edmonson Park NSW bersama keluarga, termasuk dua anak asuh, dan telah dikaruniai seorang cucu. Beliau berprinsip menjadi orang bermanfaat bagi ummat, selalu meningkatkan kemampuan di segala hal, dan terus ber-azzam istiqamah di bidang dakwah. Beliau tak bisa hidup tanpa dakwah. Bagi beliau, dakwah sudah menjadi darah daging. Dakwah bukan hanya kewajiban, tapi juga kebutuhan, meski di saat mendapat ujian dari Allah SWT. Satu impian yang masih dan terus ingin dicapai adalah menjadi hafidzah Qur’an bersama keluarga.  Barakallah fiikum, bu Yani  sekeluarga.